Para ulama mengatakan
Islam adalah berserah diri pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan mentauhidkanNya, patuh kepadaNya
dengan melakukan ketaatan dan berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik. Berserah
diri pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan bertauhid maksudnya adalah beribadah murni kepada Allah Ta'ala semata, tidak pada yang lainnya. Siapa yang tidak berserah diri kepada Allah Ta'ala,
maka ia termasuk orang-orang yang sombong. Begitu pula orang yang berserah diri
pada Allah Ta'ala juga pada selainNya (menduakan Allah Ta'ala dalam ibadah), maka ia disebut
musyrik. Yang berserah diri pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala semata, itulah yang disebut muwahhid
(ahli tauhid).
Tauhid adalah mengesakan
Allah Subhanahu Wa Ta'ala dalam ibadah. Sesembahan itu beraneka ragam, namun orang yang bertauhid
hanya menjadikan Allah Ta'ala sebagai satu-satunya sesembahan.
Allah Ta’ala berfirman,
"...Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada
Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan.” (QS. At Taubah: 31).
Dalam ayat lain Allah
Ta'ala berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5).
Allah Subhanahu Wa Ta'ala juga menyebutkan
bahwa Islam adalah agama yang lurus dalam firmanNya, “Hukum itu hanyalah
kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia.
Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS.
Yusuf: 40).
Inilah yang disebut Islam.
Sedangkan yang berbuat syirik dan inginnya melestarikan syirik atas nama
tradisi, tentu saja tidak berprinsip seperti ajaran Islam yang dituntunkan.
Orang yang bertauhid
berarti berprinsip pula menjalankan perintah Allah Ta'ala dan menjauhi laranganNya.
Ketaatan berarti menjalankan perintah dan menjauhi larangan. Jadi tidak cukup
menjadi seorang muwahhid (meyakini Allah Ta'ala itu diesakan dalam ibadah) tanpa ada
amal. Tidak cukup ia hanya beribadah kepada Allah Ta'ala saja, ia juga harus berlepas
diri dari syirik dan pelaku syirik. Jadi prinsip seorang Muslim adalah ia
meyakini batilnya kesyirikan dan ia pun mengkafirkan orang-orang musyrik.
Demikianlah dicontohkan
oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam di mana Beliau 'alaihis salam dan orang-orang yang bersama Beliau 'alaihis salam (*) berlepas diri dari orang-orang musyrik. Saksikan pada ayat, “Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya
kami berlepas diri daripada kamu dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami
ingkari (kekafiran)mu...” (QS. Al Mumtahanah: 4).
Nabi Ibrahim ‘alaihis
salam berlepas diri dari orang musyrik dan sesembahan mereka.
Dalam ayat lain disebutkan
pula, "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan
saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran
atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim.” (QS. At Taubah: 23).
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman
setia...” (QS. Al Mumtahanah: 1).
Demikianlah pedoman agar
menjadi Muslim sejati, yaitu bertauhid, melakukan ketaatan dan berlepas diri
dari syirik dan pelaku syirik.
Wallahu a'lam...
(*) Ada yang berpendapat bahwa orang-orang yang bersama Beliau 'alaihis salam adalah para Nabi, ada juga yang memaknai sebagai orang-orang yang beriman.